Kita adalah serpihan apa saja dahulunya—entah beling atau
kertas putih yang ronyok karenanya. Lalu menyelinap disudut ruang. Kita adalah
wayangnya Tuhan tapi dikendalikan oleh dunia.
Kita adalah bunga-bunga liar dari hamparan bunga di antaranya ; sedang merekahnya. Menjabat tiap kaki yang melewati hamparan karpet hijau –di depan kita.
Siapa saja di antara kita; aku atau kamu tentu punya kisah yang terlampau sendunya hanya bagai kertas putih kusut—coba terka!
Tidak! Jangan! Jangan hilang ditelan gelapnya malam tetap penuhi selaput kota yang mendambakanmu selama lamanya—tetap disini jadikan yang fana sebagai yang abadi lalu tentunya kita entah kamu atau saya akan menang atau bisa saja kita seri; tentang sejati-nya.
Kita adalah bunga-bunga liar dari hamparan bunga di antaranya ; sedang merekahnya. Menjabat tiap kaki yang melewati hamparan karpet hijau –di depan kita.
Siapa saja di antara kita; aku atau kamu tentu punya kisah yang terlampau sendunya hanya bagai kertas putih kusut—coba terka!
Tidak! Jangan! Jangan hilang ditelan gelapnya malam tetap penuhi selaput kota yang mendambakanmu selama lamanya—tetap disini jadikan yang fana sebagai yang abadi lalu tentunya kita entah kamu atau saya akan menang atau bisa saja kita seri; tentang sejati-nya.
Lalu teringatku
Pada sabtu malam itu, kau bercanda manis
Memeluk tubuh wanita-mu
Kemudian jari-jari kita saling menyelinap di antara-nya
Mari menari di atas hujan
Melupakan masa lalu kita
yang terlalu kelam dalamnya
Agar sejati-lah cerita kita
Bukan lagi kisah aku-kamu
dengan ia, di masa lalu
Pada sabtu malam itu, kau bercanda manis
Memeluk tubuh wanita-mu
Kemudian jari-jari kita saling menyelinap di antara-nya
Mari menari di atas hujan
Melupakan masa lalu kita
yang terlalu kelam dalamnya
Agar sejati-lah cerita kita
Bukan lagi kisah aku-kamu
dengan ia, di masa lalu
