(1/1) story
created by Felisia Apriliantini
"Rian, Tasya meninggal.."
Rian terdiam sesaat. Darahnya terasa membeku tak berdesir lagi. Ia tak merasakan kehangatan darahnya mendengar kabar itu-- Tasya meninggal.
"Pihak angkasa pura baru
saja menghubungi Ibu. Mereka bilang Tasya ada di dalam pesawat itu..
Penerbangan menuju Singapura pagi tadi." lanjut Ibu dengan suara lirih
menahan isak.
Rian mengangguk. Kepalanya ia tengadahkan sementara matanya memeram.
"Rian, jenazah Tasya
akan di antarkan tengah hari nanti. Kemungkinan tiba di rumah malam
hari." Ibu mencoba mempertegas suaranya.
Rian mengepal tangannya.
Seandainya ia bisa lebih cepat meminang kekasihnya, mungkin tidak
seperti ini kejadiannya. Seandainya saja ia menolak menghadiri seminar
sebulan yang lalu, mungkin pernikahan mereka sudah terberkati bulan lalu
sehingga Tasya tidak perlu bekerja lagi sebagai pramugari dan
tentunya..- Rian tidak mendapatkan kabar buruk hari ini tentang
kekasihnya.
"Monarue," ia ingat
kata-kata itu. Sepatah kata yang menjadi perjanjian antara ia dan Tasya.
Terakhir sebelum berangkat, Tasya menyebut itu-- Tasya akan selalu merindukan Rian karena Tasya selalu mencintai Rian.
Rian terpaksa mematikan
sambungan telepon dengan Ibu. Ia linglung harus berkata apa. Ia kalah
telak dengan Ibu yang berusaha mempertegas hatinya kehilangan Tasya
sedangkan ia, rasanya seperti ingin mati.
Pantas. Rian berusaha mengingat
sesuatu yang ganjal. Pantas saja Tasya bercanda demikian pasti Tasya
sudah berfirasat, "Kalau kita gak jadi nikah, kamu balikan aja ya sama
Kak Uki." Rian yang merasa itu hanya candaan menelak, "Kalau kita gak
jadi nikah, ya aku gak nikahlah." Sahut Rian waktu itu. Tasya tertawa
dan menyahut, "Emangnya kamu mau jadi bujangan tua?"
Tak hanya itu, Rian
berusaha mengingat keras keganjalan lainnya. Ya sewaktu itu-- dua hari
sebelum kecelakaan pesawat, Tasya berkata bahwa ia ingin pergi ke tempat
yang paling jauh. Tasya pun sempat mengeluh karena rutenya sebatas
Singapore-Hongkong-Perancis-Korea Selatan.
****
Malam ini rumah keluarga
Punan Harmanto sudah dipenuhi pelayat. Rian sudah menemui sekitar 30
orang teman satu karier Tasya ketika di luar tadi. Kini kakinya sudah
menginjak porselen rumah itu. Kakinya terasa dingin, keram. Rasanya ia
ingin menjatuhkan diri melihat Tasya sudah terbaringkan di dalam peti
putih. Tasya mengenakan dress putih dengan lipstick glossy berwarna
merah di bibirnya. Rian tak menyangka, malaikatnya telah pulang ke
negeri awan.
"Rian."
Punan Harmanto menyadari kehadiran calon menantunya. Punan menepuk pundak Rian.
"Maafkan.." Kali ini
Punan tertunduk, ia tak mampu membendung airmatanya putri satu-satunya
kini meninggalkannya. Punan tinggal menua bersama isterinya padahal ia
mendamba pernikahan putrinya yang akan dilaksanakan sebulan lagi dan
mereka sudah membayangkan bagaimana menimang cucu mereka nanti. Namun
ekspetasi itu kini pupus.
"Maafkan Tasya. Kalian tidak jadi menikah." lanjut Punan.
Rian menggeleng, menahan sekuat mungkin tenaganya.
"Tasya tidak salah.
Seandainya saya tidak pergi ke seminar itu, mungkin kamu sudah menikah
meskipun dalam pemberkatan pernikahan yang sederhana. Saya salah, saya
terlalu mendambakan pernikahan dengan resepsi yang mewah.."
"...sehingga saya mengejar seminar itu semata ingin mendapatkan rejeki lebih untuk pernikahan kami."
Punan memeluk calon menantunya. Ia mengelus punggung menantunya.
"Rian, kami tidak
masalah bila nantinya kamu menemukan kekasih baru. Kami malah ingin
secepatnya kamu mendapatkan calon pendamping hidup yang baru setelah
Tasya gagal menjadi pendamping hidup kamu.."
Punan melepaskan
pelukannya. Bukan ini sebenarnya harapannya, yang ia inginkan adalah
menghantarkan putrinya ke depan altar untuk pemberkatan pernikahan
bukannya menghantar putrinya ke depan altar untuk pemberkatan jenazah.
"Saya tidak akan
menikah, pak." Tegas Rian penuh wibawa. Ia sudah berjanji tidak akan
menikah jika bukan dengan Tasya. Rian tidak peduli dengan lawakan Tasya
yang menitahkan bahwa ketika mereka batal menikah, Rian harus kembali
kepada Uki, mantan kekasihnya.
Setelah Punan
meninggalkan Rian, Rian melangkahkan kakinya menuju ke samping peti
Tasya. Ia membuka kain putih yang menutupi atas peti Tasya.
Tangan Rian mengelus
rambut Tasya yang tergurai. Rambut hitamnya begitu pekat. Rian tak bisa
lagi menatap lekat bola mata hitam Tasya.
"Rian." Kali ini Ibu
memanggilnya. Rian menyambut tangan wanita paruh baya itu. Wanita itu
sudah tak kuat berdiri di mana usianya yang menginjak 56 tahun. Ibu
sudah terlalu tua dan Bapak begitu pula. Puan dan Maharaya menantikan
pernikahan putrinya tapi rupanya takdir Tuhan berkata lain, Tuhan
menjemput putrinya sebelum hari pernikahan tiba.
"Seorang kerabat kami
menemukan ini di laci lemari Tasya setelah mereka tengah mencoba
merapikan kamar Tasya." Maharaya memberikan sepucuk amplop merah. Rian
merobek amplop itu dengan hati-hati.
Monarue.
Dear kekasihku teramat kucinta, Rian Malewis.
Entah ada peristiwa
apa setelah kau membaca surat ini.. Aku mendapat firasat aneh. Meskipun
begitu sebenarnya aku tak ingin gegabah menanggapi firasat ini. Hm
barangkali hanya firasat? Tapi tak masalah bukan menulis surat ini?
Perasaanku dalam tingkat waspada. Aku merasa was-was beberapa hari ini.
Aku risih menanggapi firasat yang menganjal bahwa aku akan meninggalkan
kamu. Aku tak tahu bila aku benar-benar meninggalkan kamu lewat cara
apapun itu.. Aku ingin kamu melihat aku dan memberi aku senyuman manismu
itu ketika aku terbaring di peti jenazah. Entah kapan waktunya. Yang
pasti kuharap kapan waktunya itu setelah kita hidup berdua sepenuhnya
kamu menjadi milik aku dan aku menjadi milik kamu. Ah ya, barangkali
surat ini bisa jadi ancaman. Di hari pernikahan kita, aku ingin
mengenakan gaun putih dengan sayap di belakangnya karena aku adalah
malaikat, aku adalah peri.
Monarue,
Tasya akan selalu merindukan Rian karena Tasya akan selalu mencintai Rian.
Tasya akan selalu merindukan Rian karena Tasya akan selalu mencintai Rian.
"Mari terbang bersama."
Kabar buruk datang di
hari ketiga setelah meninggalnya Tasya, Rian meninggal. Rian celaka
malam itu. Tepat setelah pulang dari rumah Tasya sehabis acara doa 3
hari arwah Tasya.
-selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar